Kisah
Inspiratif
Sebuah kisah SMA biasanya dijadikan
masa yang indah untuk para remaja, yang biasa digeluti dengan kisah pacaran.
Namun tidak untuk “Febrina Putri”, saat ini dia menginjak kelas XII SMA
tepatnya di kelas XII-IPA-1
SMA Negeri 2 Pematangsiantar.
Febrina menjadi anak pertama dalam keluarga kecil mereka dengan 1 adek yang saat ini menginjak SD. Febrina selalu mengawali paginya di pukul 04.00 untuk membantu sang ibunda mencabut ubi kayu di belakan rumah yang akan dipergunakan sang ibunda berjualan gorengan keliling. Dia selalu sigap tanpa keluh kesah untuk selalu bangun dini hari untuk membantu sang ibunda.
Febrina menjadi anak pertama dalam keluarga kecil mereka dengan 1 adek yang saat ini menginjak SD. Febrina selalu mengawali paginya di pukul 04.00 untuk membantu sang ibunda mencabut ubi kayu di belakan rumah yang akan dipergunakan sang ibunda berjualan gorengan keliling. Dia selalu sigap tanpa keluh kesah untuk selalu bangun dini hari untuk membantu sang ibunda.
Setiap
harinya dia pun harus berjalan sekitar 1 KM untuk menuju sekolah, karena
sekolah memiliki lokasi yang berada jauh dari simpangnya. Teman-teman lainnya
yang biasanya selalu menggunakan angkot untuk menuju sekolah, namun tidak untuk
febrina. Dia lebih mementingkan uang Rp 1.000,- ditabung untuk pengobatan sang
ayah daripada ia harus mempergunakan uang tersebut untuk ongkosnya.
Meja
dan bangku, tempatnya duduk menjadi saksi bisu dalam perjuangan febrina untuk
mendapatkan ilmu desainer yang saat ini sedang digeluti namun tak hanya itu
setiap jam mata pelajaran yang kosong juga selalu digunakannnya untuk
memperdalam ilmu fisika sebagai mata pelajaran kesukaanya.
Sampai
pada akhirnya, pagi itu seolah febrina mendapatkan petir yang menyambarkan
dengan sangat kuat dikarenakan ayahanda yang sakit jantung pada saat itu
dipanggil oleh ALLAH SWT. Namun, hal tersebut tidak melemahkan keinginan
kerasnya untuk memperoleh ilmu di sekolah, sampai pada pagi itu juga ia harus
mengantarkan tugas matematika nya dengan pak RR. Teman-teman nya pun terharu
melihat perjuangan seorang sahabatnya yang bisa setegar itu dan rela
mengantarkan tugas walaupun dalam keadaan duka.
Kehidupan
ekonomi semakin merosot sejak mereka ditinggalkan oleh ayahanda, sampai pada
akhirnya ibunda berniat untuk membuka warung kecil untuk menambah rezeki guna
menyekolahkan anak-anaknya. Dan pekerjaan Febrina pun semakin bertambah karena
ia harus menjaga warungnya sepulang sekolah, sambil menanti pembeli datang ia
pun selalu mempergunakan waktunya untuk belajar fisika atau pun lainnya.
Malam
menjadi tantangan terbesarnya dalam hidup, karena meski dalam keadaan kantuk ia
harus belajar sampai pukul 00.00 WIB untuk mempelajari seluruh pelajaran yang
akan dipelajari esok harinya dan harus bangun pukul 04.00 WIB untuk membantu
ibunda. Begitulah seterusnya…
Sampai
pada akhirnya SNMPTN pun semakin dekat, ia hanya bisa belajar dirumah sampai
terkdang ia harus meminum obat untuk tidak tidu dikarenakan ia tak mampu
mengikuti program Intensif yang biasa dilakukan oleh kerabatnya yang lain. Ia
selalu ragu untuk kuliah dikarenakan ia juga harus ikut membantu sang ibunda
dirumah. Namun kali ini ia sangat egois dan mengambil sikap untuk menjadikan
ITB sebagai Universitas idamannya.
Dan semua mimpi menjadi kenyataan, Febrina Putri menjadi mahasiswi ITB lebih tepatnya berada di FTMD (Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara)….
Dan semua mimpi menjadi kenyataan, Febrina Putri menjadi mahasiswi ITB lebih tepatnya berada di FTMD (Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara)….
Namun
semua tidak berkahir sampai disitu, saat ini ia harus lebih giat dalam belajar
untuk menggapai semua mimpinya. Jadwal tidurnya di SMA dulu hanya 4 jam
sekarang tinggal 2 jam karena setiap malam ia harus berada di Perpustakaan ITB
24 jam untuk jam 18.00 – 23.00 untuk menyelesaikan seluruh tugasnya.
Jadwal
belajarnya juga harus diseimbangkan dengan jadwalnya mengajar privat untuk anak
SMP didaerah dekat kos nya. Hal itu dilakukan agar ia bisa makan untuk setiap
harinya karena ia hanya mendapat uang kiriman dari kampong untuk keperluan
bayar uang semester, selebihnya ia harus mencari sendiri di kota Bandung ini.
Diambil
dari kisah nyata seorang sahahat terdekat yang sekarang berada di Bandung.
Terimakasih
telah menjadi bagian dalam kehidupanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar